Kisahnya
dari seorang teman yang waktu itu nampak begitu rajin beribadah, saat shalat
tak lepas dari linang air mata, shalat tahajud pun tak pernah putus, bahkan
anak dan istrin...ya diajak pula untuk berjamaah ke mesjid. Selidik punya
selidik, ternyata saat itu dia sedang menanggung utang. Karenanya diantara
ibadah-ibadahnya itu dia selipkan pula doa agar utangnya segera terlunasi.
Selang beberapa lama, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Mahakaya dan Maha
Mengabulkan setiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi utang rekan tersebut.
Sayangnya begitu utang terlunasi doanya mulai jarang, hilang pula motivasinya untuk
beribadah. Biasanya kehilangan shalat tahajud menangis tersedu-sedu,
"Mengapa Engkau tidak membangunkan aku, ya ALLOH?!", ujarnya seakan
menyesali diri.
Tapi lama-kelamaan tahajud tertinggal justru menjadi senang
karena jadwal tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasanya sudah menuju
mesjid, tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. Hari
berikutnya ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok harinya,
ketika azan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun memutuskan
untuk shalat di rumah saja. Begitupun untuk shalat sunat, biasanya ketika masuk
mesjid shalat sunat tahiyatul mesjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu
dibarengi shalat rawatib.
Tapi sekarang saat datang lebih awal pun malah
pura-pura berdiri menunggu iqamat, selalu ada saja alasannya. Sesudah iqamat
biasanya memburu shaf paling awal, kini yang diburu justru shaf paling tengah,
hari berikutnya ia memilih shaf sebelah pojok, bahkan lama-lama mencari shaf di
dekat pintu, dengan alasan supaya tidak terlambat dua kali. "Kalau datang
terlambat, maka ketika pulang aku tidak boleh terlambat lagi, pokoknya harus
duluan!" Pikirnya. Saat akan shalat sunat rawatib, ia malah menundanya
dengan alasan nanti akan di rumah saja, padahal ketika sampai di rumah pun
tidak dikerjakan. Entah disadari atau tidak oleh dirinya, ternyata pelan-pelan
banyak ibadah yang ditinggalkan.
Bahkan pergi ke majlis ta'lim yang biasanya
rutin dilakukan, majlis ilmu di mana saja dikejar, sayangnya akhir-akhir ini
kebiasaan itu malah hilang. Ketika zikir pun biasanya selalu dihayati, sekarang
justru antara apa yang diucapkan di mulut dengan suasana hati, sama sekali bak
gayung tak bersambut. Mulut mengucap, tapi hati malah keliling dunia,
masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran, seringkali pula selalu ada alasan
untuk tidak melakukannya.
Saat-saat berdoa pun menjadi kering, tidak lagi
memancarkan kekuatan ruhiah, tidak ada sentuhan, inilah tanda-tanda hati mulai
mengeras. Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercabut satu persatu, maka inilah
tanda-tanda sudah tercabutnya taufiq dari-Nya. Akibat selanjutnya pun mudah
ditebak, ketahanan penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya menjadi kasar,
mata jelalatan tidak terkendali, dan emosinya pun mudah membara. Apalagi ketika
ibadah shalat yang merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar mulai
lambat dilakukan, kadang-kadang pula mulai ditinggalkan.
Ibadah yang lain
nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang
keyakinannya kepada ALLOH. Inilah yang disebut suul khatimah (jelek di akhir),
naudzhubillah. Apalah artinya hidup kalau akhirnya seperti ini. Ada lagi sebuah
kisah pilu di Batam. Kisahnya ada seorang wanita muda yang tidak bisa menjaga
diri dalam pergaulan dengan lawan jenisnya sehingga dia hamil, sedangkan
laki-lakinya tidak tahu entah kemana (tidak bertanggung jawab).
Hampir putus
asa ketika si wanita ini minta tolong kepada seorang pemuda mesjid. Ditolonglah
ia untuk bisa melakukan persalinan di suatu klinik bersalin, hingga ia bisa
melahirkan dengan lancar. Walau tidak jelas siapa ayahnya, akhirnya si wanita
ini pun menjadi ibu dari seorang bayi mungil. Sayangnya, sesudah beberapa lama
ditolong, sifat-sifat jahiliyahnya kambuh lagi. Mungkin karena iman dan ilmunya
masih kurang, bahkan ketika dinasihati pun tidak mempan lagi hingga akhirnya
dia terjerumus lagi.
Demikianlah kisah si wanita ini, ia kembali hamil di luar
nikah tanpa ada pria yang mau bertanggung jawab. Lalu ditolonglah ia oleh
seseorang yang ternyata aqidahnya beda. Si orang yang akan membantu pun
menawarkan bantuan keuangan dengan catatan harus pindah agama terlebih dulu. Si
wanita pun menyetujuinya, dalam hatinya "Toh hanya untuk persalinan saja,
setelah melahirkan aku akan masuk Islam lagi".
Tapi ternyata ALLOH
menentukan lain, saat persalinan itu justru malaikat Izrail datang menjemput,
meninggalah si wanita dalam keadaan murtad, naudzhubillah. Cerita ini nampaknya
bersesuaian pula dengan sebuah kisah klasik dari Imam Al Ghazali. Suatu ketika
ada seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi
di samping mesjid. Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yang
ternyata dihuni oleh keluarga non-muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada
seorang anak perempuan berparas cantik yang sedang berangkat ramaja. Tiap naik
menara untuk azan, secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu
tertumbuk pada si anak gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara.
Seperti
pepatah mengatakan "dari mata turun ke hati", begitulah saking
seringnya memandang, hati sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak
gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar,
tapi hatinya malah khusyu memikirkan anak gadis itu. Karena sudah tidak tahan
lagi, maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut
dengan tujuan untuk melamarnya.
Hanya sayang, orang tua si anak gadis menolak
dengan mentah-mentah, apalagi jika anaknya harus pindah keyakinan karena
mengikuti agama calon suaminya, sang muazin yang beragama Islam itu. "Selama
engkau masih memeluk Islam sebagai agamamu, tidak akan pernah aku ijinkan
anakku menjadi istrimu" ujar si Bapak, seolah-olah memberi syarat agar
sang muazin ini mau masuk agama keluarganya terlebih dulu. Berpikir keraslah
sang muazin ini, hanya sayang, saking ngebetnya pada gadis ini, pikirannya
seakan sudah tidak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya
terbersit suatu niat, "Ya ALLOH saya ini telah bertahun-tahun azan untuk
mengingatkan dan mengajak manusia menyembah-Mu.
Aku yakin Engkau telah
menyaksikan itu dan telah pula memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi
saat ini aku mohon beberapa saat saja ya ALLOH, aku akan berpura-pura masuk
agama keluarga si anak gadis ini, setelah menikahinya aku berjanji akan kembali
masuk Islam". Baru saja dalam hatinya terbersit niat seperti itu, dia
terpeleset jatuh dari tangga menara mesjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya sang
muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah.Na'udzubillah.
Kalau kita simak dengan seksama uraian-uraian kisah di atas, nampaklah bahwa
salah satu hikmah yang dapat kita ambil darinya adalah jikalau kita sedang
berbuat kurang bermanfaat bahkan zhalim, maka salah satu teknik mengeremnya
adalah dengan 'mengingat mati'. Bagaimana kalau kita tiba-tiba meninggal,
padahal kita sedang berbuat maksiat, zhalim, atau aniaya? Tidak takutkah kita
mati suul khatimah? Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi bagian yang
sangat penting setelah doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di relung
kalbu ini. Artinya kalau ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, maka
selalulah ingat mati.
Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para
sahabatnya untuk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari
Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum yang
sedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda, "Ingatlah kematian.
Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa
yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis."
Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan punya rem yang kokoh
dari berbuat dosa dan aniaya.
Akibatnya dimana saja dan kapan saja kita akan
senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya yang bermanfaat.
Begitupun ketika misalnya, mendengarkan musik ataupun nyanyian, yang
didengarkan pasti hanya yang bermanfaat saja, seperti nasyid-nasyid Islami atau
bahkan bacaan Al Quran yang mengingatkan kita kepada ALLOH Azza wa Jalla.
Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat itu, alhamdulillah kita
sedang dalam kondisi ingat kepada ALLOH. Inilah khusnul khatimah. Bahkan kalau
kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat kematian,
seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya.
Dan seorang kekasih tidak
pernah melupakan janji kekasihnya.
Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a.
bahwa ketika kematian menjemputnya, ia berkata, "Kekasih datang dalam
keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya
ALLOH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit
lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada
kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu."
Akhirnya, semoga kita digolongkan ALLOH SWT menjadi orang yang beroleh karunia
khusnul khatimah. Amin!.^_^
beneran artikelnya sangat berkualitas, sangat nyaman untuk disimak :))
BalasHapus