Sabtu, 28 April 2012

Tolong Jangan Katakan Itu Ibu

Di suatu pagi saya mendengar ibu yang mengeluhkan pada tetangganya mengenai anaknya yang sangat susah sekali makan. Lalu dalam perbincangan tersebut sang ibu lainnya juga mengeluhkan anaknya yang kerap sangat doyan susu, sehingga satu hari bisa menghabiskan sekaleng susu dan ia pun mengeluhkan biaya yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membeli susu. Ada pula yang tanpa sadar beberapa kali kedapatan menceritakan bahwa anaknya nakal, tak mau diatur, belum bisa ini, belum bisa itu. Hal ini terus berlangsung berulang-ulang.
 
Barangkali maksud sang ibu hanya sekedar sharing dan mencari solusi. Jika tujuannya mencari solusi atas permasalahan yang tengah dihadapi bukankah sebaiknya berkonsultasi pada yang ahlinya. 
 
Yang dikhawatirkan, hal ini malah membuat kita terjebak dengan ber-su'udzon pada sang buah hati. Sikap su'udzon itu jika terus dibiarkan bisa saja merambat menjadi su'udzon pada Sang Penciptanya. Bagaimana mungkin ibu menjadi seorang guru kehidupan bagi anaknya, jika sang guru sendiri tak percaya dengan kemampuan anaknya.

Ibu tersebut lupa bahwa setiap manusia yang diciptakan Allah Swt. adalah
masterpiece. Setiap anak memiliki perbedaan dan keunikan satu sama lain bahkan anak kembar siam sekalipun. Ibu adalah madrasah bagi anaknya.
Allah Swt. menurunkan ayat-Nya bahwa manusia diciptakan dengan sebaik baiknya bentuk. 
 
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,” (QS At-Tin 95:4).
 
Manusia turun ke bumi manusia lebih mulia dari malaikat sekalipun.
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, 'Sesungguhnya, aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal ) dari lumpurhitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-KU, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. Al Hijr: 28- 29).
 
Manusia telah diangkat derajatnya oleh Allah, sampai seluruh malaikat pun diperintahkan untuk bersujud. Namun sayangnya ada manusia yang merendahkan derajatnya sendiri. Maka yang akan diangkat derajatnya adalah manusia yang bertaqwa.
 
Tentulah kita menginginkan anak kita memiliki derajat yang tinggi di mata Allah dan bertaqwa.
 
Fitrah manusia adalah belajar. Pernah kah kita memperhatikan bayi yang baru lahir, jangankan berjalan mengangkat kepala saja belum bisa. benar benar terkulai lemah. Lalu seminggu kemudian ia mulai bisa mengangkat kepalanya, kemudian ia belajar duduk, merangkak, merambat lalu berjalan hingga berlari.

Dalam ilmu komunikasi dikenal istilah
Redudansi Komunikasi atau pengulangan dalam mengomunikasikan suatu pesan. Redudansi komunikasi memiliki kekuatan mempengaruhi alam bawah sadar manusia. Saat seorang ibu terus menceritakan kekurangan anaknya, dan saat itu pula anak tersebut mendengar. 
 
Maka pesan - pesan yang ia dengar dari sang ibu bisa mempengaruhi alam bawah sadar sang anak. Perhatikan saja betapa mudahnya anak kita menghafal lagu- lagu yang setiap pagi kita putar atau jingle - jingle iklan di televisi . Otak anak bagaikan sponge yang dapat dengan mudah menyerap informasi apapun yang ia dengar, dan lihat.
 
“Apapun kata yang terucapkan pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid,” (QS.Qaaf : 18)
 
Bangkitlah ibu, ikhlaslah menerima apapun kekurangan anak kita. Segeralah menegakkan kepala. Mari mengubah kekurangannya menjadi kelebihan. Menutupi kekurangannya dengan kelebihan. Tak ada manusia yang sempurna. Konsultasikan pada yang dianggap ahli, bukan malah mengumbar kekurangan anak kita.
 
Jadilah kamus berjalan bagi anak kita.
Jadilah psikolog langganan buah hati kita.
Jadilah motivator handal untuk anak kita.
Bantulah sang anak menjadi pribadi yang mulia di mata Allah Swt.
 
Bismillah semoga kita selalu diberikan kekuatan oleh Allah menjaga amanahnya. (Dari berbagai sumber)
ERAMUSLIM > MUSLIMAH
http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/yuhyi-lestari-bu-tolong-jangan-katakan-itu.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar